Selasa, 10 April 2012

Naik Haji Berkat Doa Mertua

Jangan pernah remehkan doa orang lain kepada kita. Apalagi doa mertua. Nah, artikel kali ini mengangkat sebuah kisah nyata yang diadaptasikan dari seorang kompasianer yang menuliskan pengalaman hajinya di Kompasiana.

Memang, bicara tentang rezeki dari Allah itu memang tidak terduga. Ada yang mendapatkannya dengan jalan yang sulit, adapula yang mendapatkannya dengan jalan yang sangat mudah. Ada yang mendapatkannya sesuai target dan rencana, ada pula yang mendapatkannya secara tidak terduga. Termasuk mendapakan rezeki untuk naik haji.

Berbicara tentang rezeki untuk naik haji bisa beragam cara mendapatkannya. Setiap jemaah haji pasti punya kisahnya masing-masing. Ada yang menjual tanah dan sawahnya. Ada yang mengumpulkan dana tabungan selama bertahun-tahun. Ada yang dinaikkan haji oleh kantornya. Ada pula yang ketiban rezeki, diajak naik haji bersama tanpa keluar modal. Nah, berikut kisah Saiful (bukan nama sebenarnya) bersama istrinya berangkat naik haji bersama ibu mertua pada tahun 2005.

Sebenarnya, Saiful bukan termasuk orang yang biasa saja. Buktinya, ia bisa melanjutkan S2-nya di sana. Walaupun biaya kuliahnya berasal dari beasiswa. Bahkan, ia bisa memboyong sang istri untuk menemaninya di sana.

Awal ceritanya memang cukup menarik. Dimulai saat Saiful mengikuti sebuah seminar tentang perencanaan karir pada tahun 1995 di tempat kuliahnya. Ketika itu, ia menuliskan dalam My Map of Life (Peta Hidup Saya), di antaranya akan berangkat haji ketika berumur 45 tahun. Mengapa 45 tahun? Karena pada bayangannya, orang yang naik haji itu tentu orang yang sudah mapan secara finansial, sudah punya rumah, punya mobil Innova, dan punya banyak waktu luang. Ya, setidaknya pada umur 45 tahun. Namun, kenyataannya?

Kenyataannya justru berbeda. Ia bisa naik haji 15 tahun lebih cepat! Ya, tepatnya pada saat umurnya baru 30 tahun. Yang dia rasakan, bukan setelah ia punya rumah, mobil, atau pun pekerjaan yang mapan. Anugrah haji itu justru didapatkan dari usahanya bersama istri dari usaha sampingan menjadi cleaning service dan tukang cabut rumput! Di sinilah ia merasakan bahwa doa sang mertua begitu berarti. Bahkan ia beranggapan bahwa karena doa mertuanyalah, Allah mengijinkannya pergi berhaji bersama Istri.

Saat itu tahun 2005, ketika ONH reguler untuk satu orang berkisar 20 juta rupiah. Datang kabar via telepon dari ibu mertua bahwa tidak bisa berhaji tahun depan (2004) bersama-sama kawan sekampungnya, wating list karena telat bayar. Padahal, ketika itu usia beliau sudah mencapai 70 tahun sehingga membutuhkan pendamping. Saiful pun tak mengerti, atas pertimbangan apa ibu mertuanya meminta mereka berdua menemaninya. Padahal, banyak saudara lain yang lebih mampu.

Tidak ingin mengecewakan ibu mertuanya, Saiful pun berembug dengan istrinya. “Dik, kita tidak punya dana, tapi coba kita kerja apa saja yang bisa dapatkan uang. Kalau nggak cukup untuk berdua, Adik saja yang temani ibu naik haji,” kata Saiful. Istrinya pun menyanggupi.

Sejak itu, mulailah mereka mencari pekerjaan apa saja yang bisa dilakukan, asal halal. Istri Saiful bekerja di sebuah restoran Indonesia. Sementara Saiful bekerja menjadi cleaning service di dua perusahaan yang berbeda. Pagi hari berangkat bekerja, sepulang kuliah dilanjutkan lagi. Bahkan terkadang hingga tengah malam. Jika liburan tiba, Saiful mencari pekerjaan tambahan seperti menjadi tukang cabut rumput di nursery (tempat pembibitan), memetik buah cherry, memanen dan menyortir kentang, hingga mengumpulkan dan menjual botol bekas. Hal baru yang membuat seru aktivitasnya selama di Australia.

Dari sekian banyak aktivitasnya, pekerjaan mencabut merupakan aktivitas yang sangat berkesan bagi Saiful. Nursery ini memiliki luas 1 km persegi dan terletak jauh dari kota. Di dalamnya terdapat berbagai macam tanaman, mulai dari bunga-bungaan sampai pohon-pohonan. Ada bunga “po siploh” hingga mawar berduri. Ada pula bibit anggur sampai pohon apel. Di sinilah Saiful menghaniskan liburannya dengan menjadi tukang cabut rumput.

Sehari-hari, Saiful berangkat jam delapan pagi dan pulang jam 6 sore. Untuk mencabuti rumput, ia harus merangkak di bawah sela-sela batang dan ranting bibit pepohonan. Saat paling berat adalah ketika membersihkan rumput di bawah pohon mawar yang berduri. Badan pun menjadi bulan-bulanan duri batang mawar. Berat...sampai pinggang terasa pegal dan jemari tangan serasa tiada berasa lagi.

Esoknya, jemari tangan serasa kaku. Pelan-pelan, jemari tangan diurut dengan minyak zaitun sampai rasa kaku hilang dan siap digunakan kembali. Demikian seterusnya sampai dalam waktu satu bulan tersebut kami sudah mengumpulkan setengah dari dana haji. Pada masa penyetoran dana haji, kami sudah mengumpulkan uang sebesar 6000 dolar atau setara dengan 40 juta rupiah! Dengan uang sebanyak itu, kami berdua bisa berangkat bersama menemani ibu mertua naik haji. Subhanallah, maha suci Allah. Mungkin, jika tidak diajak menemani ibu mertua naik haji, bisa jadi Saiful naik haji di umur 45. Berkat doa mertuanya pula mereka bisa pergi menuanaikan haji bersama sekeluarga. Alhamdulillah...(RA)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar